Sabtu, 16 Agustus 2008

just call me "arifin..": who governs 2

just call me "arifin..": who governs 2

2 komentar:

Anonim mengatakan...

mmm.. artikel anda saya kasi nilai 6,5 aja. temanya sih ok, apalagi nyangkut masalah bobroknya pemerintahan kita. tapi kesan yang saya dapatkan dari artikel anda, sepertinya anda masih "takut-takut kucing" buat blak-blakan masalah permainan uang pejabat kita, padahal saya yakin anda tahu banyak. mungkin karena kejujuran anda menampilkan foto pribadi n keluarga yang membatasi keterbukaan untuk itu.

di domisili saya ini, saya juga temukan BEBERAPA pegawai pemerintah yang terang-terangan jadi "maling", ada juga yang seperti anda yang statusnya adalah pegawai negeri tetapi terus-menerus menjelek-jelekkan SISTEM pemerintahan kita, ada yang sangat rajin dan ulet mencari celah bocoran duit pemerintah, kadang menganggap saya ini mahluk tak bernyawa yang tidak dapat mendengar rundingan mereka untuk memanipulasi laporan keuangan. saya bingung jadinya. kenapa dia bisa tenang makan minum dan menafkahi keluarganya dari uang hasil kerja yang dijadikannya bahan cemoohan? saya memandang pegawai negeri sebagai orang yang rela menyerahkan dirinya untuk dipasung, asal dikasi makan biar tetap hidup. dia punya tangan tapi diikat, punya mata tapi ditutup, punya kaki tapi erat terpasung. maaf bila komentar saya menyakitkan. boleh kok disanggah.

Anonim mengatakan...

Thanx atas komentarnya albert einstein or whoever you are (kok anonim ..?).

Kebobrokan suatu sistem birokrasi tak bisa kita lawan oleh satu atau dua orang saja. Apalagi bila orang itu hanya pegawai level bawah, bukan decision maker... Sebagai orang dalam birokrasi, saya yakin sebenarnya masih banyak rekan birokrat yang ingin teriak dan lepas dari pasungan SISTEM yang membelenggu mereka. Andai mampu, ingin sekali dirombak dan dipatahkan pasungan itu. Tapi seringkali mereka tak mmapu, karena hanya pegawai kecil yang tak punya akses kekuasaan kepada decision maker. Kalopun mereka suarakan itu, seringkali cercaan dan stigma tidak loyal yang diterima. Dibuang jauh-jauh dari pusat kekuasaan agar tidak lagi bersuara, atau suaranya tidak terdengar memprovokasi teman lainnya.

Suara satu dua atau sekian orang yang tak memiliki akses pada kekuasaan.., tidak akan kuasa melawan SISTEM yang membelenggu mereka. Tapi saya yakin mereka masih memiliki hati nurani. Salah besar bila anda mengira bahwa semua Peg negeri akan tersenyum tulus gembira diiming-imingi godaan materi yang berseliweran didepannya. Saya yakin masih banyak yang menggunakan nuraninya untuk melihat dan merasakan semua kebusukan yang menggodanya, daripada memuaskan syahwat hedonisnya. Caranya ? Ya macam-macam tentunya..

Sistem Birokrasi kita seharusnya terbuka untuk dikritik. Baik oleh orangluar dan orang dalam sendiri. Sebagai orang luar.., yang kelihatan menonjol pasti memang yang serba busuk. Karena bila terlihat baik memang sudah seharusnya begitu. Tapi kalo gitu ndak ada yang dikritik dong. Jadi silakan aja dikritik atau dihujat.
Sebagai orang dalam.., birokrasi idealnya merupakan tempat pelayanan pada masyarakat (daripada melayani kapitalisnya konglomerat..)Tapi kalo memang sistem itu bobrok.., ya kita harus teriak. Entah bagaimana hasilnya didengar atau tidak. Moga2 ada kawan se ide yang diharapkan akan makin dapat menggalang kekuatan untuk melawan, atau minimal mempengaruhi sistem dan decision making nantinya. Birokrasi bukanlah makhluk yang harus selalu dicurigai dan dijauhi. Tapi dari dalam, semoga kita bisa membangun dan menggalang kekuatan untuk menyuarakan yang kita anggap lebih jujur, lebih bersih, dan lebih adil.

BTW.., Ndak penting saya dapat skor berapa. Websitenya dmn ?